“Kenapa yah Allah swt, belum juga mengabulkan doaku? Adakah yang salah dengan diriku? Padahal aku sudah shalat Tahajud, puasa senin-kamis dan berdoa hampir setiap malam.”
Demikian sering kita dengar keluh kesah dari orang lain dan bahkan kita sendiripun mengalaminya. Doa yang belum juga dimakbulkan Allah aza wa jalla. Padahal dalam QS. Al-Mu’min (40):60, Allah berfirman,” Berdoalah kepada-Ku, niscaya Ku-ijabah permohonanmu...”
Nabi Zakaria as. Perlu 60 tahun untuk dikabulkan doanya oleh Allah, berdoa untuk diberi keturunan. Demikian juga nabi Musa setelah 40 tahun berdoa untuk keruntuhan Fir’aun.
Para nabi yang merupakan duta-duta Allah dimuka bumi dan orang yang terbebas dari dosa malah tak henti-hentinya berdoa dan sekian lama baru terkabulkan, bahkan junjungan kita nabi Muhammad saw.seorang yang ma’shum dari dosa, senantiasa beristiqfar 70 kali setiap harinya.
Layakkah kita menuntut Allah agar segera mengabulkan doa kita? Sementara setiap hari kita bergumul dengan dosa, entah dosa perbuatan, dosa perkataan, dosa mata, dosa telinga, dosa mulut maupun dosa hati.
Rasulullah pernah bersabda,” Doa seseorang senantiasa dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan menyandang dosa (masih melakukan tindakan dosa ), atau memutuskan silaturahmi, dan selama ia tidak terburu-buru. Nabi ditanya , “ya Rasulullah, apa maksud terburu-buru itu?” Rasulullah saw menjawab,” Pendoa mengucapkan aku telah berdoa dan berdoa tapi belum juga dikabulkan,” sehingga ia merasa jengkel lalu tidak berdoa lagi.” ( HR. Bukhari Muslim)
Meski rasul-Nya telah memberi peringatan tentang bagaimana seharusnya berdoa, tetapi Allah tidak menampik doa para pendoa yang tergesa-gesa itu. Dalam hadist Qudsi, Allah berkata kepada para malaikat,” Disebelah sana ada hamba-Ku yang fasik, banyak berbuat dosa, berdoa kepada-ku. Penuhi permintaannya dengan segera! Karena Aku sudah jera mendengar suaranya. Ditempat lain, ada seorang hamba-ku yang saleh sedang berdoa kepada-Ku. Tangguhkan permintaannya! Karena Aku senang mendengar rintihannya.” (lih. KH.Dr.Jalaludin Rakhmat dalam buku Memaknai Kematian).
Dengan demikian dapat dicatat dua hal yang perlu dicermati.
Pertama, tidak ada doa yang tidak diterima. Semua pasti makbul, pasti diijabah. Semua hanya soal waktu. Kedua , dalam doa, hakekatnya Allah menuntut rasa cinta kita kapada-Nya. Bukan
“ Cinta tidak berhutang dan tidak berpiutang. Cinta tidak dapat dibeli, tidak dapat dijual. Kalau dia memberikan adalah memberikan semua. Kalau dia mengambil, adalah mengambil semua. Dia selalu cukup sebagaimana adanya, tidak pernah berlebih dan tidak pula kurang. Begitu tempo hari, begitu kini dan begitu pula selama-lamanya. ( Hamka, dalam esai seni dan cinta, Horison Esai Indonesia, 2003).
Doa dan ekspresi cinta inilah yang membuat Allah menyayangi nabi-nabiNYa, menyayangi hambanya yang saleh. Yang membuat Allah swt, begitu menyayangi mereka ketika mendengar rintihannya dalam doa.
Demikian sering kita dengar keluh kesah dari orang lain dan bahkan kita sendiripun mengalaminya. Doa yang belum juga dimakbulkan Allah aza wa jalla. Padahal dalam QS. Al-Mu’min (40):60, Allah berfirman,” Berdoalah kepada-Ku, niscaya Ku-ijabah permohonanmu...”
Nabi Zakaria as. Perlu 60 tahun untuk dikabulkan doanya oleh Allah, berdoa untuk diberi keturunan. Demikian juga nabi Musa setelah 40 tahun berdoa untuk keruntuhan Fir’aun.
Para nabi yang merupakan duta-duta Allah dimuka bumi dan orang yang terbebas dari dosa malah tak henti-hentinya berdoa dan sekian lama baru terkabulkan, bahkan junjungan kita nabi Muhammad saw.seorang yang ma’shum dari dosa, senantiasa beristiqfar 70 kali setiap harinya.
Layakkah kita menuntut Allah agar segera mengabulkan doa kita? Sementara setiap hari kita bergumul dengan dosa, entah dosa perbuatan, dosa perkataan, dosa mata, dosa telinga, dosa mulut maupun dosa hati.
Rasulullah pernah bersabda,” Doa seseorang senantiasa dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan menyandang dosa (masih melakukan tindakan dosa ), atau memutuskan silaturahmi, dan selama ia tidak terburu-buru. Nabi ditanya , “ya Rasulullah, apa maksud terburu-buru itu?” Rasulullah saw menjawab,” Pendoa mengucapkan aku telah berdoa dan berdoa tapi belum juga dikabulkan,” sehingga ia merasa jengkel lalu tidak berdoa lagi.” ( HR. Bukhari Muslim)
Meski rasul-Nya telah memberi peringatan tentang bagaimana seharusnya berdoa, tetapi Allah tidak menampik doa para pendoa yang tergesa-gesa itu. Dalam hadist Qudsi, Allah berkata kepada para malaikat,” Disebelah sana ada hamba-Ku yang fasik, banyak berbuat dosa, berdoa kepada-ku. Penuhi permintaannya dengan segera! Karena Aku sudah jera mendengar suaranya. Ditempat lain, ada seorang hamba-ku yang saleh sedang berdoa kepada-Ku. Tangguhkan permintaannya! Karena Aku senang mendengar rintihannya.” (lih. KH.Dr.Jalaludin Rakhmat dalam buku Memaknai Kematian).
Dengan demikian dapat dicatat dua hal yang perlu dicermati.
Pertama, tidak ada doa yang tidak diterima. Semua pasti makbul, pasti diijabah. Semua hanya soal waktu. Kedua , dalam doa, hakekatnya Allah menuntut rasa cinta kita kapada-Nya. Bukan
“ Cinta tidak berhutang dan tidak berpiutang. Cinta tidak dapat dibeli, tidak dapat dijual. Kalau dia memberikan adalah memberikan semua. Kalau dia mengambil, adalah mengambil semua. Dia selalu cukup sebagaimana adanya, tidak pernah berlebih dan tidak pula kurang. Begitu tempo hari, begitu kini dan begitu pula selama-lamanya. ( Hamka, dalam esai seni dan cinta, Horison Esai Indonesia, 2003).
Doa dan ekspresi cinta inilah yang membuat Allah menyayangi nabi-nabiNYa, menyayangi hambanya yang saleh. Yang membuat Allah swt, begitu menyayangi mereka ketika mendengar rintihannya dalam doa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar