Kamis, 08 Desember 2011

Erwin Rommel, Sang Rubah Gurun

Erwin van Rommel memiliki nama lahir Erwin Johannes Eugen Rommel, merupakan tokoh paling populer yang berada di bawah Hitler. Ia menjadi salah satu orang paling terhormat di jajaran perwira berpangkat fieldmarshals Jerman dan Panglima Korps Afrika Jerman dalam Perang Dunia II. Ia juga dikenal dengan julukan The Desert Fox karena keahliannya di lapangan hingga menjadikan separuh kekuatan AD Jerman berada di Afrika Utara. Selain dikenal sebagai panglima terhormat, Rommel juga dipandang karena bersikap ksatria terhadap musuh yang sudah ditaklukannya.


Rommel lahir di Heidenheim, sekitar 50 km dari Ulm, negara bagian Wurttemberg pada 15 November 1891. Ia merupakan anak kedua dari kepala sekolah Protestan di Aalen. Rommel pernah melukiskan betapa bahagianya masa kecilnya: my early years passed very happily.

Rommel pada usia 14 tahun sudah menunjukkan minatnya terhadap teknologi. Bersama temannya ia membuat pesawat glider. Sempat terbang walau tidak terlalu jauh. Tak heran Rommel muda sebenarnya sangat ingin menjadi insinyur. Namun atas desakan ayahnya, akhirnya ia bergabung ke unit militer lokal 12th Wurttember Infantry Regiment sebagai kadet perwira pada 1910. Tak lama kemudian ia dikirim Sekolah Kadet Perwira di Danzig.

Ketika masa sekolah ini (1911), ia bertemu dengan calon istrinya Lucie Maria Mollin. Mereka menikah tahun 1916. Tahun 1928 mereka punya anak, Manfred, yang kemudian menjadi Mayor di Stuttgart. Rommel mencapai pangkat letnan pada Januari 1912.

Perang Dunia I
Pada Perang Dunia I, Rommel bertugas di Prancis, Rumania, dan Italia. Selama masa perang itu ia sempat terluka tiga kali dan dianugerahi Iron Cross – First and Second Merite, penghargaan yang secara tradisional disiapkan untuk para jenderal. Ia menerima penghargaan ini setelah bertempur di pegunungan di timur laut Italia.

Penghargaan juga diterimanya secara khusus usai Battle of Longarone dan pendudukan Mount Matajur serta kemudian dipertahankannya dengan kekuatan 150 perwira Italia, 7.000 tentara dan 81 senjata artileri. Batalionnya juga memainkan peran penting kemenangan Jerman atas AD Italia dalam Battle of Caporetto.

Usai perang, Rommel menjadi komandan batalion dan instruktur di sekolah Infanteri Dresden dari tahun 1929-1933 dan Akademi Perang Postdam dari 1935-1938. Catatan harian Rommel selama perang di bawah judul Infanterie Greift An (Infantry Attack) diterbitkan pada 1937. Buku ini kemudian menjadi bacaan wajib tentara dan di sekolah-sekolah militer. Hal ini menarik perhatian Hitler yang lantas menempatkannya pada posisi penting di pusat pendidikan Hitler yang bernama Hitler Jugend. Tahun 1938 dengan pangkat kolonel, Rommel menjadi komandan Akademi Perang di Wiener Neustadt. Di sini Rommel mulai meneruskan buku lainnya Infantry Attacks, Panzer Greift An. Tak lama kemudian Rommel dipindahkan ke posisi yang makin dekat dengan Hitler yaitu di komando batalion pengawal pribadi Adolf Hitler (Fuhrer-Begleit-Battalion).

Pada musim gugur 1938, Hitler memilih Rommel masuk ke unit Wehrmacht guna memberikan perlindungan bagi Hitler selama kunjungannya ke daerah jajahan Cekoslovakia. Hanya beberapa saat sebelum invasi ke Polandia, ia dipromosikan sebagai mayor jenderal dan menjadi komandan Fuhrer-Begleitbattalion.
Dua tahun kemudian, 1940, hanya tiga bulan sebelum invasi, Rommel mendapat jabatan baru sebagai komandan 7th Panzer Division yang kemudian mendapat julukan Gespenster-Division atau Ghost Division. Julukan ini muncul gara-gara divisi yang dipimpin Rommel selalu bergerak cepat sangat cepat dan kemudian melakukan serangan tanpa terduga. 7th Panzer Division merupakan salah satu yang pertama kali mencapai English Channel pada 10 Juni dan menguasai pelabuhan utama dari Cherbourg sembilan hari kemudian.

Setelah dipromosikan menjadi komandan 5th Light Division (belakangan direorganisasi menjadi 12st Panzer) dan 15th Panzer Division, Rommel dikirim ke Libya pada awal 1941 untuk menaikkan moral pasukan Italia yang kalah dan membentuk Deutsches Afrika Korps. Pada bulan pertama tahun 1941, Rommel banyak menghabiskan waktunya untuk menata organisasinya dan membenahi unit Italia yang menderita setelah dipukul telak pasukan Persemakmuran Inggris dibawah pimpinan Mayjen Richard O’Connor.

Ketika kembali ke Jerman tahun 1943, Rommel sempat nganggur. Namun ketika perang kembali terjadi, Hitler menempatkannya sebagai komandan Army Group B.  Grup ini bertanggung jawab mempertahankan pantai Prancis dari kemungkinan invasi sekutu.

Setelah masa perangnya di Afrika, Rommel memetik banyak pelajaran. Menurutnya, bahwa setiap serangan sekutu akan tidak mungkin tanpa perkuatan dari keungguluan di udara. Untuk itu ia beralasan bahwa pasukan tank harus dipecah menjadi unit-unit kecil dan bertugas memperkuat posisinya sedekat mungkin ke front yang memungkinkan. Mereka tidak diperbolehkan bergerak menjauh dan segera memulai gerakan ketika invasi dilakukan. Yang dipikirkan Rommel adalah, ia ingin invasi itu berakhir hanya sampai pantai.

Namun komandannya, Gerd von Rundstedt merasa bahwa tidak ada cara untuk menghentikan invasi di dekat pantai. Menurut ia hal itu sama saja dengan memancing AL Inggris untuk mengintensifkan bantuan tembakan kapalnya. Sang komandan berpikir sebaliknya. Ia merasa bahwa pasukan tank harus dibentuk dalam unit-unit besar di dekat Paris dimana mereka seperti memberikan jalan bagi sekutu untuk masuk Prancis. Dan saat itulah, Jerman akan menghabisi sekutu.

Rommel meninggal pada 14 November 1944 dan dikebumikan secara militer penuh. Sebelumnya, Hitler pernah memintanya untuk bunuh diri dengan kapsul sianida. Setelah perang, buku harian Rommel diterbitkan dengan judul The Rommel Papers. Ia merupakan satu-satunya anggota dalam Third Reich yang dibuatkan museumnya sebagai penghargaan terhadap pribadi dan perjalanan hidupnya. 
 
sumber: http://sejarah-militer.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar